Pertemuan kembali antara guru dan muridnya, Mitch Albom dan Morrie Schwartz, seorang mahaguru yang pernah menjadi dosennya hampir dua puluh tahun yang lampau.
Morrie menderita amyotripic lateral sclerosis (ALS), sebuah penyakit ganas yang menyerang system saraf. Pada sisa hidupnya inilah Morrie memberikan kuliah tentang hidup kepada Mitch Albom.
Beberapa percakapan antara Morrie dan Mitch, dirangkum di bawah ini.
Begitu banyak orang yang menjalani hidup mereka tanpa makna sama sekali. Mereka seperti separuh terlelap, bahkan meskipun mereka sedang sibuk mengerjakan sesuatu yang menurut mereka penting. Ini karena mereka memburu sasaran-sasaran yang salah. Satu-satunya cara agar hidup ini bermakna adalah mengabdikan diri untuk menyayangi orang lain, mengabdikan diri pada masyarakat disekitar kita, dan mengabdikan diri untuk menciptakan sesuatu yang memberi kita tujuan serta makna.
Yang paling berarti dalam hidup adalah belajar cara memberikan cinta kita, dan membiarkan cinta itu datang. Kita mengira bahwa kita tak usah peduli dengan cinta, kita mengira bahwa kalau terpengaruh kita akan jadi lembek. Tapi orang yang namanya Levinas pernah berkata, ‘Cinta adalah satu-satunya perbuatan yang rasional’
Kadang-kadang kita tak boleh percaya dengan apa yang kita lihat, kita harus percaya dengan apa yang kita rasakan. Dan jika kita ingin orang lain percaya pada kita, kita harus merasa bahwa kita dapat mempercayai mereka juga-bahkan meskipun kita sedang dalam kegelapan. Bahkan ketika kita sedang terjatuh.
Andaikan dua sahabat pada suatu hari dipertemuakn, yang seorang tidak mampu bicara, yang lain tidak bisa mendengar. Apa yang akan terjadi?
“Kami akan berpegangan tangan,” sahut Morrie. “Maka banyak cinta yang akan mengalir diantara kami. Persahabatan kami telah terjalin selama tiga puluh lima tahun. Kami tidak perlu bicara atau mendengar untuk merasakannya.”
“Begitu kita ingin tau bagaimana kita akan mati, berarti kita belajar tentang bagaimana kita belajar tentang bagaimana kita harus hidup.”
Mematikan perasaan tidak berarti kita membiarkan pengalaman meresap ke dalam diri kita. Sebaliknya, kita membiarkan pengalaman meresap secara penuh. Itulah sebabnya kemudian kita bisa mematikan rasa.
“Ambil contoh salah satu emosi-cinta kepada seorang wanita, atau kasihan kepada orang yang kita sayangi, atau yang kualami, rasa takut dan rasa nyeri akibat penyakit yang mematikan. Apabila kita menahan emosi-emosi itu-apabila kita tidak membiarkan diri mengalaminya – kita tidak pernah dapat mematikan rasa, kita terlalu sibuk menghadapi rasa takut. Kita takut menghadapi rasa nyeri, kita takut mengalami rasa sedih. Kita takut mengalami penderitaan akibat cinta.”
“Tapi dengan membiarkan diri mengalami emosi-emosi ini, dengan mambiarkan diri terjun ke dalamnya, sampai sejauh-jauhnya, kita akan kita akan mengalaminya secara penuh dan utuh. Kita tahu arti sakit, Kita tahu arti sedih, Dan hanya ketika kita mengatakan, baiklah, aku telah mengalami emosi itu. Aku kenal betul emosi itu. Sekarang aku perlu mematikan perasaan dari emosi itu untuk sementara waktu.”
“Semakin bertambah usia kita, semakin banyak yang kita pelajari. Apabila usia kita tetap dua puluh tahun, kita akan sama bodohnya dengan ketika usia dua puluh tahun. Kita tahu bahwa penuaan tidak hanya berarti pelapukan, tetapi juga pertumbuhan. Penuaan tidak hanya bermakna negatif, bahwa kita akan mati, tetapi juga makna positif, bahwa kita mengerti kenyataan bahwa kita akan mati, dan karena itu kita berusaha hidup dengan cara yang lebih baik.”
“Banyak orang merasa hidup ini tidak memuaskan, ada keinginan yang tidak terpenuhi. Hidup terasa tidak bermakna. Karena kita telah menemukan makna hidup, kita tak ingin kembali. Kita ingin lanjut ke depan. Kita ingin tahu lebih banyak lagi, berbuat lebih banyak lagi. Dan kita tak sabar menunggu sampai usia kita enam puluh lima tahun.”
Ada beberapa aturan yang menurutku berlaku untuk cinta dan perkawinan: kalau kita tidak menghormati pihak lain, kita akan mendapatkan banyak masalah. Kalau kita tidak mampu bicara terbuka tentang apapun yang terjadi kita dan pasangan, kita akan mendapatkan banyak masalah. Dan kalau kita tidak memiliki seperangkat nilai yang kita sepakati dalam hidup, kita juga akan mendapatkan banyak masalah. Nilai-nilai yang kita anut harus sama. Nilai yang tepenting adalah keyakinan tentang pentingnya perkawinan kita.
Menurutku perkawinan adalah babak yang sangat penting yang perlu kita lalui, dan kita akan kehilangan banyak sekali kalau kita tidak mencobanya.
“Saling mencintai atau punah.”
Morrie menderita amyotripic lateral sclerosis (ALS), sebuah penyakit ganas yang menyerang system saraf. Pada sisa hidupnya inilah Morrie memberikan kuliah tentang hidup kepada Mitch Albom.
Beberapa percakapan antara Morrie dan Mitch, dirangkum di bawah ini.
Begitu banyak orang yang menjalani hidup mereka tanpa makna sama sekali. Mereka seperti separuh terlelap, bahkan meskipun mereka sedang sibuk mengerjakan sesuatu yang menurut mereka penting. Ini karena mereka memburu sasaran-sasaran yang salah. Satu-satunya cara agar hidup ini bermakna adalah mengabdikan diri untuk menyayangi orang lain, mengabdikan diri pada masyarakat disekitar kita, dan mengabdikan diri untuk menciptakan sesuatu yang memberi kita tujuan serta makna.
Yang paling berarti dalam hidup adalah belajar cara memberikan cinta kita, dan membiarkan cinta itu datang. Kita mengira bahwa kita tak usah peduli dengan cinta, kita mengira bahwa kalau terpengaruh kita akan jadi lembek. Tapi orang yang namanya Levinas pernah berkata, ‘Cinta adalah satu-satunya perbuatan yang rasional’
Kadang-kadang kita tak boleh percaya dengan apa yang kita lihat, kita harus percaya dengan apa yang kita rasakan. Dan jika kita ingin orang lain percaya pada kita, kita harus merasa bahwa kita dapat mempercayai mereka juga-bahkan meskipun kita sedang dalam kegelapan. Bahkan ketika kita sedang terjatuh.
Andaikan dua sahabat pada suatu hari dipertemuakn, yang seorang tidak mampu bicara, yang lain tidak bisa mendengar. Apa yang akan terjadi?
“Kami akan berpegangan tangan,” sahut Morrie. “Maka banyak cinta yang akan mengalir diantara kami. Persahabatan kami telah terjalin selama tiga puluh lima tahun. Kami tidak perlu bicara atau mendengar untuk merasakannya.”
“Begitu kita ingin tau bagaimana kita akan mati, berarti kita belajar tentang bagaimana kita belajar tentang bagaimana kita harus hidup.”
Mematikan perasaan tidak berarti kita membiarkan pengalaman meresap ke dalam diri kita. Sebaliknya, kita membiarkan pengalaman meresap secara penuh. Itulah sebabnya kemudian kita bisa mematikan rasa.
“Ambil contoh salah satu emosi-cinta kepada seorang wanita, atau kasihan kepada orang yang kita sayangi, atau yang kualami, rasa takut dan rasa nyeri akibat penyakit yang mematikan. Apabila kita menahan emosi-emosi itu-apabila kita tidak membiarkan diri mengalaminya – kita tidak pernah dapat mematikan rasa, kita terlalu sibuk menghadapi rasa takut. Kita takut menghadapi rasa nyeri, kita takut mengalami rasa sedih. Kita takut mengalami penderitaan akibat cinta.”
“Tapi dengan membiarkan diri mengalami emosi-emosi ini, dengan mambiarkan diri terjun ke dalamnya, sampai sejauh-jauhnya, kita akan kita akan mengalaminya secara penuh dan utuh. Kita tahu arti sakit, Kita tahu arti sedih, Dan hanya ketika kita mengatakan, baiklah, aku telah mengalami emosi itu. Aku kenal betul emosi itu. Sekarang aku perlu mematikan perasaan dari emosi itu untuk sementara waktu.”
“Semakin bertambah usia kita, semakin banyak yang kita pelajari. Apabila usia kita tetap dua puluh tahun, kita akan sama bodohnya dengan ketika usia dua puluh tahun. Kita tahu bahwa penuaan tidak hanya berarti pelapukan, tetapi juga pertumbuhan. Penuaan tidak hanya bermakna negatif, bahwa kita akan mati, tetapi juga makna positif, bahwa kita mengerti kenyataan bahwa kita akan mati, dan karena itu kita berusaha hidup dengan cara yang lebih baik.”
“Banyak orang merasa hidup ini tidak memuaskan, ada keinginan yang tidak terpenuhi. Hidup terasa tidak bermakna. Karena kita telah menemukan makna hidup, kita tak ingin kembali. Kita ingin lanjut ke depan. Kita ingin tahu lebih banyak lagi, berbuat lebih banyak lagi. Dan kita tak sabar menunggu sampai usia kita enam puluh lima tahun.”
Ada beberapa aturan yang menurutku berlaku untuk cinta dan perkawinan: kalau kita tidak menghormati pihak lain, kita akan mendapatkan banyak masalah. Kalau kita tidak mampu bicara terbuka tentang apapun yang terjadi kita dan pasangan, kita akan mendapatkan banyak masalah. Dan kalau kita tidak memiliki seperangkat nilai yang kita sepakati dalam hidup, kita juga akan mendapatkan banyak masalah. Nilai-nilai yang kita anut harus sama. Nilai yang tepenting adalah keyakinan tentang pentingnya perkawinan kita.
Menurutku perkawinan adalah babak yang sangat penting yang perlu kita lalui, dan kita akan kehilangan banyak sekali kalau kita tidak mencobanya.
“Saling mencintai atau punah.”
Posting Komentar